
Featured
Featured
Gallery
Technology
Blogger news
Games
Recent Posts
Thursday, 12 December 2024
Mengapa Bumbu Masak Asli Indonesia Sangat Penting untuk Ibu Rumah Tangga

Wednesday, 2 September 2020
TANGGAPAN TERHADAP ARTIKEL "KESALAHAN KELOMPOK YAHWEH"
Perdebatan dan diskusi perihal relevansi penggunaan nama Tuhan YHWH dalam ibadah Kristiani dan penyalinannya dalam teks tertulis masih tetap terjadi hingga hari ini. Dialektika pemikiran yang terus menerus terjadi dari satu tesis dan anti tesis menuju sebuah sintetis. Atau bahkan hanya sekedar perulangan argumen dari waktu ke waktu. Berikut ini penulis ingin memberikan sebuah tanggapan dari sebuah tanggapan terhadap relevansi penggunaan nama YHWH sebagai salah satu bentuk dialektika pemikiran teologis.
Dalam sebuah artikel dengan judul, Kesalahan Kelompok Yahweh pada bagian kesimpulan, Meifel Kontra penulisnya mengatakan sbb:
Dari pembahasan diatas sangat jelas terlihat kesalahan-kesalahan kelompok ini. Mereka menganggap nama YAHWEH adalah yang benar. Padahal nama/kata ini bukanlah bahasa Ibrani dan jelas-jelas salah dalam pengucapannya. Kelompok YAHWEH juga tidak memahami pergantian masa dari ibadah simbolik kepada ibadah hakekat. Ketika masuk ke dalam ibadah hakekat (PB), Tuhan tidak lagi menonjolkan nama YHWH tetapi nama YESUS
Selain itu, Alkitab sendiri membuktikan bahwa dirinya ditulis dalam bahasa Ibrani, yang pada intinya menolak kesimpulan kelompok YAHWEH tentang keharusan pemakaian nama YHWH
Jadi, walaupun mereka menggunakan Alkitab, kelompok YAHWEH ini sebenarnya tidaklah alkitabiah. Dengan pandangan-pandangan dan argumen yang mereka pegang, terlihat pertentangannya yang jelas dengan Alkitab
http://www.sarapanpagi.org/kesalahan-kelompok-yahweh-vt9747.html
Saya akan memberikan tanggapan terhadap kesimpulan akhir yang merupakan perasan keseluruhan gagasan penulisnya terhadap apa yang dipahaminya mengenai konsepsi nama Tuhan dan komunitas Kristen yang menghayati kebenarannya. Tanggapan ini sekaligus sebagai perimbangan argumentasi dan wujud pertanggungjawaban intelektual dari sebuah keyakinan teologis perihal relevansi penggunaan nama YHWH dalam ibadah Kristiani.
Mengenai Pelafalan Yahweh
Memang benar bahwa di antara kelompok Kristiani ada yang memaksakan penulisan nama Yahweh - sebagaimana penilaian Meifel Kontra - dengan membuat tanda baca (nikud) untuk YHWH yang seharusnya dibaca YeHoWah menjadi YaHWeh sementara dalam naskah TaNaKh versi Masoretik tidak pernah dijumpai sekalipun penulisan dengan tanda baca yang menghasilkan pengejaan Yahweh.
Namun upaya pengejaan dengan YaHWeH memiliki dasar karena ungkapan seruan Haleluya/HaleluYah sebenarnya dari dua kata Hallel dan Yah yang bermakna Pujilah Yah.
Sekalipun nikud untuk YHWH adalah ?????? sehingga tidak diucapkan YaHWeH melainkan YeHwaH dalam banyak ayat di mana nama YHWH muncul, namun hampir mayoritas para sarjana Kitab Suci dan berbagai kamus modern menyatakan bahwa nama Tuhan dalam Kitab Suci TaNaKh adalah YAHWEH, sebagaimana beberapa kutipan pernyataan berikut ini: Rabbinical literature - the name Yahweh is considered the name proper (Jewish Encylopaedia Vol IX, p. 162). Demikian pula dikatakan, The true pronounciation of the name was never lost. Several early greek writers of the christian church testify that the name was pronounced Yahweh (The Encylopaedia Judaica Vol VII, 1972:680)
Sekalipun pelafalan nama YaHWeh dimunculkan oleh Genebradus namun upaya yang dilakukannya berusaha merujuk pada pelafalan di periode Bapa Gereja Klemens yang mengeja dengan lafal Yunani IAOVE atau teks Torah Samaria yang mengeja dengan IABE. Ini adalah sebuah upaya untuk menemukan pelafalan asli karena tidak mungkin semua kalimat dalam Torah bisa diberi tanda baca dan dieja namun nama Tuhan tidak ada tanda baca dan terlupakan pelafalannya.
Jangan lupa, ejaan YeHoWaH atau JeHoVah dalam teks bahasa Inggris pun dianggap sebuah pelafalan yang muncul di Abad 16 sebagaimana dikatakan:
The form Jehovah was used in the 16th century by many authors, both Catholic and Protestant, and in the 17th was zealously defended by Fuller, Gataker, Leusden and others, against the criticisms of such scholars as Drusius, Cappellus and the elder Buxtorf. It appeared in the English Bible in Tyndale�s translation of the Pentateuch (1530), and is found in all English Protestant versions of the 16th century except that of Coverdale (1535). In the Authorized Version of 1611 it occurs in Exod. vi. 3; Ps. lxxxiii. 18; Isa. xii. 2; xxvi. 4, beside the compound names Jehovah-jireh, Jehovah-nissi, Jehovah-shalom; elsewhere, in accordance with the usage of the ancient versions, Jhvh is represented by Lord (distinguished by capitals from the title �Lord,� Heb. adonay). In the Revised Version of 1885 Jehovah is retained in the places in which it stood in the A. V., and is introduced also in Exod. vi. 2, 6, 7, 8; Ps. lxviii. 20; Isa. xlix. 14; Jer. xvi. 21; Hab. iii. 19. The American committee which cooperated in the revision desired to employ the name Jehovah wherever Jhvh occurs in the original, and editions embodying their preferences are printed accordingly
https://en.m.wikisource.org/wiki/1911_Encyclop%C3%A6dia_Britannica/Jehovah
Bahkan naskah TaNaKh versi Masoretik pun tidak selalu memberi tanda baca (nikud) untuk YHWH sehingga dilafalkan YeHoWah melainkan YeHWiH (Kej 15:2), YaHWaH (Mzm 144:15)
Mengenai Ketiadaan Nama YHWH Dalam Kitab Perjanjian Baru
Ketiadaan nama YHWH dalam naskah salinan Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani bukan bermakna Yesus dan para rasul-Nya tidak mengucapkan nama YHWH melainkan cara penyalinan kisah kehidupan Yesus dan ajaran para rasul dalam bahasa Yunani dimana pola pengutipan TaNaKh untuk membuktikan kemesiasan Yesus dirujuk dari naskah Septuaginta.
Naskah Septuaginta merupakan terjemahan dari naskah TaNaKh berbahasa Ibrani yang bukan berasal dari tradisi Masoretik melainkan dari tradisi yang lebih tua dan sejaman dengan naskah TaNaKh yang ditemukan di Laut Mati. Naskah Septuaginta yang mula-mula menuliskan nama YHWH dengan menggunakan bentuk Tetragrammaton (empat huruf) dalam Paleo Ibrani bukan Ibrani Modern.
Dengan mengacu pada naskah Septuaginta yang sudah beredar dengan beragam versi (ada yang menggunakan nama YHWH dan Kurios), maka Kitab Perjanjian Baru Yunani merujuk pada naskah Septuaginta dimana nama YHWH dituliskan dengan bentuk sapaan penghormatan dalam bahasa Yunani Kurios sebagai padanan untuk sapaan Adonai dalam bahasa Ibrani.
Dengan demikian, Kitab Perjanjian Baru Yunani meneruskan tradisi penulisan Kitab Suci non Ibrani dimana nama YHWH ditulis dengan sebutan Kurios.
Penulisan Kurios sebagai salinan untuk Adonai adalah wujud penghormatan terhadap nama YHWH. Namun demikian baik Yesus dan para rasul tentu mengetahui nama YHWH dan merekapun akan mengucapkan nama-nama tersebut sesuai tradisi dalam Yudaisme yaitu dalam momentum ibadah baik ibadah harian maupun perayaan Yom Kippur atau bahkan dalam beberapa percakapan dalam rangka menyampaikan ajaran. Selengkapnya dapat membaca artikel saya, Mengapa Nama YHWH Tidak Muncul Dalam Naskah Kitab Perjanjian Baru Yunani? https://pijarpemikiran.blogspot.com/2015/07/mengapa-nama-yhwh-tidak-tertulis-dalam_4.html?m=1
Jika pelafalan YaHWeH dianggap tidak Alkitabiah, bukankah pelafalan JeHoVah pun tidak Alkitabiah karena huruf Ibrani tidak mengenal huruf J? Jika pelafalan YaHWeH dianggap tidak Alkitabiah sementara pelafalan yang benar adalah YeHoWaH, namun mengapa penyalin Masoretik memberi tanda baca untuk nama Tuhan di ayat lain yang justru bisa dilafalkan dengan YeHWiH (Kej 15:2) dan YaHWaH (Mzm 144:15)?
Pelafalan nama YaHWeH sejatinya adalah sebuah upaya untuk merekonstruksi dan mencari pelafalan yang paling dekat dengan yang dimaksudkan oleh Kitab Suci dengan mengacu pada beberapa ayat termasuk Mazmur 150:6 di mana kata Halelu-Yah muncul yang bermakna "Pujilah YaH"
Kiranya tanggapan ini memberikan pencerahan dan wawasan. Tuhan YHWH, Bapa Surgawi memberkati dalam Yesus Sang Mesias, Juruslamat dan Junjungan Agung Yang Ilahi
Thursday, 27 August 2020
BUKAN MAHLUK KEBETULAN
Dilansir dari sebuah artikel dengan judul, Teknik Sperma Berenang Seperti Rumus Matematika Sederhana yang dimuat oleh laman www.bbc.com diperoleh sejumlah keterangan menarik perihal proses pembentukan sebuah janin manusia.
Para peneliti mengungkap bagaimana sperma seseorang berenang, melawan segala rintangan, mencapai sel telur, dan mereka mengatakan bahwa semua itu berkaitan dengan irama. Ilmuwan-ilmuwan dari Inggris dan Jepang menemukan bahwa kepala dan ekor gerakan sperma membuat pola yang mirip dengan bidang yang terbentuk di sekitar magnet. Dan semua ini membantu untuk mendorong sperma menuju sel telur.
Lebih dari 50 juta sperma memulai perjalanan untuk membuahi sel telur ketika seorang laki-laki dan perempuan melakukan hubungan seks. Sekitar 10 juta di antaranya bisa mencapai tuba fallopi, namun hanya satu yang bisa membuahi. Perjalanan ini berbahaya, kata penulis studi, Dr Hermes Gadelha.
"Setiap kali seseorang mengatakan kepada saya bahwa mereka memiliki seroang bayi, saya pikir itu adalah salah satu keajaiban terbesar, namun tak ada seorang pun yang menyadarinya", kata Dr Gadelha, dosen matematika terapan di Universitas York.
Ketika seorang pria mengalami ejakulasi, ada sekitar 50 juta sampai 150 juta sperma yang diproduksi, dan sel-sel ini segera berenang menuju saluran tuba falopi perempuan. Namun, ini bukanlah perjalanan yang mudah, ada banyak rintangan untuk mengatasi untuk sel kelamin laki-laki, yang panjangnya hanya 0,065mm. Hanya satu sperma yang dapat menembus sel telur perempuan dan memupuknya, jadi perlombaan masih akan terus berlangsung.
Dalam perjalanan mencapai saluran tuba fallopi, sperma-sperma ini juga menghadapi sel-sel darah putih yang siap untuk merenggut dan membunuh mereka. Akhirnya, sisa sperma tiba di tuba fallopi, tempat di mana mereka mendapat asupan. Tetapi, apakah sel telur yang dilepaskan berada pada waktu yang tepat untuk menyambut sperma yang menang? Jika tidak, semua itu sia-sia
Membaca artikel tersebut kita disadarkan bahwa sains telah membantu dan menolong kita untuk memahami apa yang dituliskan dalam Kitab Suci. Sefer Tehilim (Kitab Mazmur) 139:13-16 berkata:
�Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya�
Frasa, �kejadianku dahsyat dan ajaib� (noraot nifleti niflaim maasheka) tergambar dari penelitian sains yang baru saja kita dengarkan perihal perlombaan sperma bertemu sel telur di tuba falopi dan dari sekian juta sperma, hanya satu yang bakal bertemu sel telur dan menentukan nasib seseorang janin manusia. Sungguh luar biasa!
Frasa, �mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya� (golmi ra�u eyneka, we al sifreka kulam yikatevu yamim yutsaru welo ekhad bahem) menegaskan bahwa nasib dan takdir manusia telah diketahui dan dituliskan oleh Tuhan YHWH, Sang Pencipta langit dan bumi.
Pernyataan ini jangan dimaknai sebagai sebuah bentuk sikap fatalis dan melepaskan diri dari tanggung jawab sebagai manusia yang dibentuk dan diciptakan dari sebuah keunikan. Kalimat we al sifreka kulam yikatevu yamim yutsaru (dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk) lebih memperlihatkan kemahatahuan Tuhan dan rencana/rancangan yang telah Tuhan tetapkan untuk diri kita.
Ayat tersebut bukan untuk menyandera kita merancang masa depan dan membebaskan seluruh potensi dan harapan kita. Jalani hidup dengan memaksimalkan seluruh potensi dan talenta diri kita. Jangan berhenti memahat patung Anda sendiri, kata filsuf Plotinus. Kita akan tahu nasib dan takdir kita jika kita telah menyelesaikan semua tugas kita di bumi.
Anda dan saya adalah ciptaan unik. Anda dan saya bukanlah sebuah kebetulan melainkan ciptaan yang dirancang dari sebuah perjuangan untuk menjadi mahluk hidup. Marilah kita menjadi manusia yang senantiasa berjuang untuk membentuk kehidupan kita yang lebih baik di masa mendatang. Tuhan menolong kita
BERKATA BAIK
Thursday, 23 July 2020
MENJAGA STAMINA SPIRITUAL DENGAN SENANTIASA BERPENGHARAPAN
theblazingcenter.com
Apa yang kita alami dan rasakan saat kehidupan kita dihujani sejumlah persoalan yang tidak berhenti dan bertubi-tubi mendatangi silih berganti? Tentu sebuah kesedihan dan kekecewaan bukan? Sebagaimana sebuah pepatah, �sudah jatu tertimpa tangga pula� untuk menggambarkan keadaan yang menyakitkan yang melipatgandakan kesedihan dan kekecewaan.
Gambaran itupun dapat kita lihatt dalam Kitab Ratapan 3:1-20. Membaca ayat demi ayat, kita akan merasakan sebuah perasaan dan pikiran yang dipenuhi dengan ungkapan kekecewaan, kesedihan, rasa sakit, keluh kesah, kepedihan sebagaimana tergambar dalam kalimat, �Ia menyusutkan dagingku dan kulitku, tulang-tulangku dipatahkan-Nya. Ia mendirikan tembok sekelilingku, mengelilingi aku dengan kesedihan dan kesusahan. Ia menempatkan aku di dalam gelap seperti orang yang sudah lama mati. Ia menutup segala jalan ke luar bagiku, Ia mengikat aku dengan rantai yang berat� (Rat 4:1-7). Demikian pula pada ayat selanjutnya kita mendapatkan gambaran keluhan yang sama, �Ia mengenyangkan aku dengan kepahitan, memberi aku minum ipuh. Ia meremukkan gigi-gigiku dengan memberi aku makan kerikil; Ia menekan aku ke dalam debu� (Rat 4:15-16).
Namun keluhan dan ratapan ini berhenti hanya sampai ayat 20 karena pada ayat berikutnya menjadi sebuah titik balik yang mengubah keadaan sebagaimana dikatakan, ????? ???????? ??????????? ????????? ????????? (zot ashiv el libi �al ken okhil) yang artinya �Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap�. Sementara Young�s Literal Translationmenerjemahkan, �This I turn to my heart -- therefore I hope� (Oleh karenanya aku berpaling ke dalam hatiku, maka aku berharap).
Penulis Kitab Ratapan tidak terus menerus berkeluh kesah dan membiarkan kesedihan menguasai dirinya melainkan mengambil keputusan untuk berpaling kepada hal yang mendatangkan pengharapan. Apakah itu? Ratapan 3:22-24 berkata:
????????? ??????? ????? ???????????? ????? ?????????? ??????????
Khasdey YHWH ki lo tamnu, ki lo kalu rakhameka
(Tak berkesudahan kasih setia YHWH, tak habis-habisnya rahmat-Nya)
?????????? ???????????? ??????? ?????????????
Khadashim labeqarim rabah emunateka
(Selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu)
???????? ??????? ???????? ????????? ????????? ???????? ????
Khelqiy YHWH amrah nafshi al ken okhil lo
(YHWH adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya)
Penulis Kitab Ratapan memutuskan untuk memperhatikan hal-hal yang menimbulkan harapan (okhil) yaitu, Kasih setia YHWH (khasdey YHWH) yang tidak berkesudahan dan rahmat YHWH (rakhamey YHWH) yang tidak habis-habisnya. Bahkan selalu baru setiap pagi (khadashim labeqarim).
Jika kita hanya memfokuskan kepada persoalan yang saat ini bertubi-tubi menghabisi keyakinan kita kepada kuasa Tuhan. Jika kita hanya berkeluh kesah dengan semua tekanan yang saat ini bertubi-tubi melumpuhkan semangat untuk menemukan jalan keluar. Jika kita saat ini hanya berfokus pada kesulitan ekonomi yang tiba-tiba membuat kita pailit. Jika kita hanya meratapi rasa sakit yang kita derita hingga menurunkan gairah hidup kita. Jika kita hanya berhenti pada keluh kesah meratapi semua keadaan negatif tersebut maka habislah hidup kita.
Jika kita ingin mengubah keadaan, maka dibutuhkan sebuah kekuatan ekstra. Apakah itu? Pengharapan kepada Tuhan yang hidup dan benar! Mengapa pengharapan? Karena saat kita masih memiliki pengharapan maka kita dapat berfikir jernih dan menemukan jalan keluar.
Bagaimana agar kita tetap dapat berpengharapan kepada Tuhan yang hidup dan benar? Sebagaimana yang dilakukan penulis Kitab Ratapan yaitu memperhatikan ke dalam hatinya untuk menemukan kebenaran bahwa kasih setia dan rahmat YHWH itu tidak berkesudahan, tidak habis bahkan selalu baru setiap pagi. Bahkan di saat kita mengalami semua keadaan negatif dan buruk sekalipun.
Itulah sebabnya saat kita berpaling kepada Tuhan dan berfokus pada kasih setia-Nya, rahmat-Nya, kebaikan-Nya, anugrah-Nya, kekuatan-Nya maka akan timbul pengharapan dan stamina spiritual yang membuat kita tetap tegar berdiri di saat badai mengantam.
Dengan perspektif Ilahi tersebut, di mana kita menaruh pengharapan pada Tuhan maka kita akan dapat melihat bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan kita bukan tanpa sebuah tujuan.
Dengan perspektif Ilahi tersebut kita dapat mengerti bahwa, �YHWH adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam pertolongan YHWH� (Rat 3:25-26).
Dengan perspektif Ilahi tersebut kita dapat mengerti bahwa, �Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya. Biarlah ia duduk sendirian dan berdiam diri kalau YHWH membebankannya. Biarlah ia merebahkan diri dengan mukanya dalam debu, mungkin ada harapan. Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan� (Rat 3:27-30)
Dengan perspektif Ilahi tersebut kita dapat mengerti bahwa, �Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya� (Rat 3:31-32)
Jika saat ini Anda dikelilingi oleh berbagai persoalan yang menekan dan menghimpit keyakinan kita pada Tuhan, maka jangan hanya berfokus pada persoalan dan mengulang-ulang berkeluh kesah. Sebaliknya, kita berpaling pada sumber kekuatan abadi yang tidak pernah habis yaitu kasih setia dan rahmat Tuhan YHWH Sang Bapa Surgawi di dalam Yesus Sang Putra.
Saat kita berpaling pada-Nya maka kita akan mendapatkan sebuah pengharapan dan pengharapan itu akan menjadi sebuah stamina spiritual yang memampukan kita melewati setiap persoalan yang kita hadapi.
Kemampuan kita menyelesaikan setiap persoalan semakin menyempurnakan kedewasaan dan keutuhan diri kita sebagai manusia ciptaan Tuhan. Kita masih harus menyelesaikan eksistensi diri kita dengan mengambil pilihan dan melakukan apa yang benar dalam situasi kehidupan yang diperhadapkan pada diri kita
Thursday, 16 July 2020
MENGUBAH KEBIASAAN
Pertama, mereka dapat pindah ke daerah lain di mana serangga seperti itu tidak ada. Kedua, merobohkan rumah mereka dan membangun kembali mereka. Ketiga, menggunakan insektisida untuk membersihkan rumah mereka dari serangga. Keempat, melanjutkan seperti yang mereka miliki dan mati lebih awal.
Demikianpula dengan kehidupan yang berkubang dosa. Tanpa penyingkapan Firman Tuhan kita tidak mengerti mana yang benar dan mana yang tidak benar, mana yang kudus dan mana yang najis.