Latest News

Thursday, 9 April 2020

BERBEDA PENGHAYATAN DAN PEMAHAMAN BERSATU TUJUAN, MENGENANG PENDERITAAN, KEMATIAN SERTA KEBANGKITAN SANG MESIAS DARI KEMATIAN


Jika Kekristenan arus utama saat ini mengenang sengsara dan kewafatan serta kebangkitan Yesus dari kematian  melalui fase  Ibadah Pekan Suci yang dimulai dari, �Minggu Palma� (memperingati Yesus memasuki Yerusalem sebelum penyaliban), �Kamis Putih� (pembasuhan kaki dan perjamuan malam), �Jumat Agung� (penyaliban Yesus), �Sabtu Sunyi� (penguburan Yesus), �Minggu Paskah� (kebangkitan Yesus dari kematian dan ditandai melakukan Perjamuan Kudus memakan roti dan anggur).

Sementara itu Kekristenan Akar Ibrani (entahkah disebut Mesianik atau Mazhab Yudeo Kristen dsj) menghayati sengsara, kematian serta kebangkitan Yesus Sang  Mesias, Anak Tuhan serta Juruslamat dari  kematian dengan melaksanakan  ibadah Pesakh  yang jatuh pada Tanggal 14 Nisan (tahun ini 14 Nisan 5780 jatuh tanggal 8/9 April 2020) dengan ditandai makan �Matsah�(roti tidak beragi) dan minum anggur dalam jamuan �Seder Pesakh� untuk mengenang sengsara dan kematian Yesus Sang Mesias (Mat 26:26-28). Kemudian mengenang penguburannya dalam ibadah �ha Matsah� (roti tidak beragi) dimana selama beberapa hari menghindari makanan mengandung ragi. Dan akhirnya ibadah �ha Bikurim/Sfirat ha Omer� (buah sulung) dimana kebangkitan Yesus dari kematian diperingati sebagai yang sulung dari dari antara orang yang meninggal (1 Kor 15:20).

Marilah dalam bingkai perbedaan kita merayakan satu peristiwa yang sama yaitu sengsara dan kematian Yesus Sang Mesias untuk menghapuskan dosa umat manusia dan kebangkitan Yesus dari kematian sebagai kemenangan atas maut dan mengaruniakan kehidupan kekal kepada yang percaya, baik orang Yahudi maupun Yunani (non Yahudi termasuk semua bangsa-bangsa) sebagaimana dikatakan, "Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Tuhan yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani" (Rm 1:16).

Iman Kristen dilandaskan pada kebangkitan Yesus Sang Mesias dari alam maut. Jika Yesus Sang Mesias tidak bangkit maka sia-sialah iman Kristen. Rasul Paul berkata: �Tetapi andaikata Mesias tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu� (1 Kor 15:14). Ayat ini menegaskan pada kita bahwa kebangkitan Yesus dari alam maut adalah kemutlakan. Jika Yesus hanya lahir dan mati, maka Dia tidak lebih dari para nabi dan tokoh pendiri agama besar di dunia ini. Jika Yesus hanya lahir dan mati, maka Dia hanya mengukir sejarah sebagai orang bijaksana dari salah sekian orang bijaksana yang pernah hadir mewarnai dunia yang pekat dengan kejahatan dan kerusakan moral.

Namun ada yang berbeda dengan Yesus Sang Mesias. Dia lahir dan mati sebagaimana dinubuatkan dalam Kitab Torah dan Dia bangkit dari kematian sebagaimana dinubuatkan pula dalam Torah sebagaimana Rasul Paul menegaskan dalam ayat sebelumnya sbb: �Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Meias telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci,bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya� (1 Kor 15:3-5). Seorang penulis dan apologet Kristen bernama C. Marvin Pate dan Shery L. Pate menuliskan sbb: �Kekristenan berdiri kokoh atau runtuh berdasarkan kebangkitan Yesus. Dan buktinya, bertentangan dengan para pendiri agama-agama lainnya yang masih tergeletak di dalam kubur mereka, kekristenan adalah satu-satunya iman yang pendirinya mengalami jalan hidup yang sama sekali berbeda. Seperti yang dikatakan oleh malaikat, �Dia tidak berada di sini; Dia telah bangkit�. Ini adalah sebuah pemikiran yang mengagumkan, pemikiran yang dijunjung tinggi oleh orang-orang Kristen dan yang memberikan harapan pasti untuk masa depan� (Disalibkan Oleh Media: Fakta dan Fiksi Tentang Yesus Sejarah, 2007:215).

Kitab Suci yang mana yang dimaksudkan oleh Rasul Paul ketika dia berbicara bahwa kematian dan kebangkitan Yesus dari alam maut telah menggenapi nubuatan dalam Kitab Suci? Yesaya 53:8-12 merupakan penggenapan dari seluruh karya Mesias yang tergenapi dalam diri Yesus Sang Mesias sebagaimana dapat kita baca sbb: �Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya. Tetapi YHWH berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak YHWH akan terlaksana olehnya. Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul. Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak�

Sekali lagi Rasul Paul menegaskan kebenaran berita Injil bahwa Yesus telah bangkit dari alam maut dengan mengatakan: �Tetapi yang benar ialah, bahwa Mesias telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal� (1 Kor 15:20). Dengan mengatakan �tetapi yang benar�, Rasul Paul hendak menepis semua anggapan dan perlawanan pada zamannya yang hendak menolak kebangkitan Yesus dari alam maut. Yang menarik, Rasul Paul menghubungkan perayaan Buah Sulung sebagai peristiwa yang menunjuk pada kebangkitan Yesus sebagaimana nampak dalam kalimat �Mesias telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal�.

Pernyataan ini menggemakan pesan bahwa seluruh hari raya YHWH yang ditetapkan di Sinai (Im 23:1-44) menunjuk pada Yesus Sang Mesias sebagai wujud kepenuhannya (Kol 2:17)[4]. Paskah berhubungan dengan Yesus sebagai Anak Domba Paskah yang dikorbankan (1 Kor 5:7). Hari Raya Roti Tidak Beragi berhubungan dengan penguburan Yesus di dalam rahim bumi dan panggilan bagi murid-murid Yesus untuk membuang ragi kefasikan dalam hidup (1 Kor 5:8). Dan Perayaan Buah Sulung berhubungan dengan kebangkitan Yesus dari alam maut sebagai buah sulung. Semua peristiwa Mesianis dalam kehidupan Yesusbukan khayalan dan teologi yang dikarang oleh gereje di kemudian hari melainkan memiliki dasar dan landasan dalam nubuatan YHWH dalam Kitab Suci dan ibadah yang ditetapkan-Nya.

Apakah nilai kebangkitan Yesus dari alam maut bagi orang yang percaya padanya? Sebagaimana semua anak keturunan Adam mewarisi maut dalam persekutuan dengan Adam yang telah melanggar hukum YHWH sehingga berdosa, maka semua orang yang berada dalam persekutuan dengan Adam yang baru yaitu Yesus Sang Mesias, mereka akan mengalami hidup kekal sebagaimana dikatakan: �Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Mesias. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Mesias sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya� (1 Kor 15:21-23).

Kebenaran yang serupa ditegaskan dalam surat Roma sbb: �Tetapi karunia Tuhan tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Tuhan dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Sang Mesias. Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Sang Mesias�(Rm 5:15-17)

Kuasa kematian dan kebangkitan Yesus yang dirayakan oleh gereja arus utama (Katolik dan Protestan) sebagai Minggu Paskahatau oleh gereja-gereja beraliran Akar Ibrani sebagai Hari Raya Bikurim (Buah Sulung) bukan hanya menghapus kuasa dosa yaitu maut dan mengaruniakan hidup kekal melainkan menegaskan kuasa Yesus yang masih relevan sapai hari ini.

Di tengah suasana kewaspadaan dan kekuatiran menyebarluasnya pandemi Covid-19, kuasa kematian dan kebangkitan Yesus memberikan jaminan kepastian kepada kita bahwa entahkah kita menang atau kalah dalam menghadapi Covid-19, kehidupan kekal yang dijanjikan Yesus tidak berubah. Pandanglah Yesus Sang Putra Tuhan dan yakinlah akan kehidupan kekal yang telah diberikan-Nya pada kita.

Tuesday, 7 April 2020

PERAYAAN PESAKH SEBAGAI DEKLARASI DAN PEMBARUAN IMAN MENGHADAPI ANCAMAN WABAH MEMATIKAN



Pesakh 14 Nisan 5780/8 April 2020 nampaknya menjadi sebuah penanda yang membedakan dengan Pesakh sebelum atau sesudahnya. Perayaan Pesakh tahun ini ditandai sebuah keprihatinan yang mendalam dikarenakan menyebarluasnya pandemi Covid-19 atau virus Corona sejak Februari 2019 yang bukan hanya meluluh lantakan Cina sebagai negeri awal yang dinyatakan mengalami dampak terbesar pandemi ini namun sudah menyebarluas sampai Eropa, Amerika, Asia bahkan Indonesia.

Sampai kotbah ini dibuat, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia berdasarkan laporan www.worldometers.info telah mencapai 1.276.732 kasus dengan memakan korban jiwa sebanyak 69.529jiwa dan orang yang mengalami kesembuhan sebanyak 265.956 jiwa. Adapun negara dengan kasus terbanyak mengalami Covid-19 adalah Amerika dengan 336.851 kasus dan memakan korban kematian sebanyak 9.620 jiwa. Angka kedua diduduki Spanyol dengan jumlah kasus 131.646 jiwa dan memakan korban 12.641 jiwa. Sedangkan Italia menduduki peringkat ketiga dengan 128.948 kasus dan korban jiwa sebanyak 15.887 jiwa. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia berada di urutan ke-38 dengan jumlah kasus 2.273 dan memakan korban jiwa sebanyak 198 orang.

Kasus wabah yang mematikan penduduk dunia bukan kali ini saja. Tahun 1347-1351, Eropa mengalami pagebluk yang dikenal dengan Black Death (Wabah Hitam) yang menghabisi 30% sampai 60% penduduk Eropa. Secara umum, wabah tersebut telah mengurangi sekitar 475 juta penduduk menjadi 350-375 juta penduduk pada Abad ke-14 Ms. Wabah Kolera terjadi tahun 1817-1823. Pandemi kolera pertama dimulai di Jessore, India, dan menyebar ke sebagian besar wilayah dan kemudian ke daerah tetangga. Itu adalah yang pertama dari 7 pandemi kolera utama yang telah menewaskan jutaan orang. Kemudian Flu Spanyol terjadi dari tahun  1918-1920 yang mulai menyebar di Amerika Serikat, muncul di Afrika Barat dan Prancis, lalu menyebar hampir ke seluruh dunia. Diperkirakan 50 sampai 100 juta orang di seluruh dunia meninggal. Kemudian menyusul penyakit SARS pada tahun 2002-2003 yaitu sindrom pernapasan akut yang parah adalah penyakit yang disebabkan oleh salah satu dari 7 coronavirus yang dapat menginfeksi manusia. Kemudian virus Ebola tahun 2014-2016 di sebuah desa kecil di Guinea pada tahun 2014 dan menyebar ke beberapa negara tetangga di Afrika Barat.

Siklus kasus pandemik bisa terjadi sewaktu-waktu dan dari waktu ke waktu. Teknologi kedokteran modern yang sudah ditemukan membantu meminimalisir jumlah korban berbagai penyakit modern yang berkembang namun tidak mampu mengeliminir keberadaan wabah dan penyakit.

Kenyataan ini memperlihatkan betapa kemampuan manusia modern terbatas dan betapa rentannya kehidupan diluluhlantakkan bukan hanya oleh kekuatan alam namun kekuatan non alam termasuk melalui virus, bakteri yang menyebabkan pandemi mematikan.

Apa yang bisa kita lakukan di tengah-tengah situasi mengerikan bahkan dapat mematikan ini? Bukankah korban kematian karena Covid-19 tidak pandang bulu. Covid-19 tidak memandang agama, ras, suku, semuanya berotensi mengalami wabah bahkan mengalami kematian. Bukankah kita sudah mendengar seorang pendeta yang terjangkit virus Covid-19 dan telah meninggal namun kemudian menulari 200-an umatnya yang tersisa?

Dimanakah Tuhan dan kuasa-Nya jika demikian? Bukankah Tuhan telah berjanji jika menyebut dan memanggil nama-Nya serta berlindung pada-Nya akan mendapatkan keluputan dan terbebas dari malapetaka dan wabah penyakit? Jika orang beriman saja dapat mengalami tertimpa wabah, bagaimana dengan orang yang tidak beriman?

Sebaiknya kita menunda pertanyaan-pertanyaan eksistensial di atas. Jika Anda dan kita semua dapat mengalami penyakit yang paling ringan seperti influenza dan batuk, maka mengapa kita harus mempertanyakan kuasa Tuhan yang dianggap tidak mampu memberikan perlindungan?

Jika Anda dan kita semua pernah mengalami kecelakaan lalu lintas entah ringan atau berat, maka untuk apa kita bertanya mengenai kuasa dan perlindungan Tuhan?

Jika kita berpotensi mengalami sakit penyakit � entah ringan ataupun berat � apakah lantas kita disebut orang tidak beriman? Atau jika kita sudah beriman dan mempercayai kuasa dan mukjizat Tuhan lantas kita tidak mungkin sama sekali tidak dapat disentuh oleh sakit penyakit? Atau jika kita sudah beriman dan mempercayai kuasa dan mukjizat Tuhan namun masih dapat terjangkit penyakit apakah berarti Tuhan tidak berkuasa lagi?

Ada banyak hal yang tidak bisa sepenuhnya kita mengerti mengapa semua itu harus terjadi. Kesalahan kita adalah memastikan dan memutlakan segala sesuatu termasuk penafsiran kita terhadap Tuhan dan kuasa-Nya. Hanya Tuhan yang mutlak dan absolut.

Itulah sebabnya dikatakan dalam Firman Tuhan, "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi YHWH Tuhan  kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini" (Ul 29:29). Ada �hanistarot� (yang tersembunyi) dan �haniglot� (yang disingkapkan). Yang tersembunyi adalah sebuah kawasan yang tidak bisa kita masuki karena kita tidak mampu memahami dengan keterbatasan akal pikiran kita.

�Kenapa harus mereka yang terpilih untuk menghadap?�, demikian penggalan lirik lagu Ebiet G. Ade yang berjudul, �Masih Ada Waktu�. Apakah para pendeta, rohaniawan yang secara luar biasa oleh Tuhan di bidang kesembuhan Ilahi dapat menjawab semua pertanyaan eksistensial itu manakala mereka mengalami hal menyakitkan yang dialami orang-orang lain? Jika mereka tidak bisa menjawab maka disitulah batas kemampuan mereka dan kita manusia dalam menyelami kebesaran Tuhan dan misteri rencana serta rancangan-Nya.

Hari ini, kita memasuki Pesakh 14 Nisan 5780 di mana kita melakukan peringatan terhadap dua peristiwa bernilai historis (bersejarah) dan soteriologis (keselamatan). Pertama, peringatan terbebasnya leluhur Israel kuno dari perbudakan Mesir dan terluputnya dari tulah maut melalui pengolesan darah anak domba di palang pintu rumah orang Israel. Kedua, peringatan penderitaan dan kewafatan Yesus (Yahshua) Sang Mesias yang menggenapi nubuatan para nabi untuk membebaskan umat Tuhan dari perbudakan dosa yaitu maut.

Yahshua, mengubah makna matsah (roti tidak beragi) yang melambangkan penderitaan Mesir menjadi lambang dari �tubuh-Nya� yang akan dikorbankan dan anggur menjadi lambang dari �darah-Nya� yang ditumpahkan bagi penghapusan dosa umat manusia.

Namun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kita merayakan dalam sejumlah keterbatasan. Kita tidak bisa melaksanakan jamuan Pesakh ini bersama-sama umat yang lain dalam rumah ibadah melainkan dalam rumah-rumah tinggal kita masing-masing.

Dalam situasi yang diliputi ketidakpastian dan ketakutan ini, marilah kita menjadikan momentum Pesakh 14 Nisan 5780 sebagai sebuah pembaruan dan deklarasi iman. Mungkin hari-hari kemarin kita mengalami keterkejutan dan keguncangan iman melihat serangan virus yang mematikan banyak orang. Perayaan Pesakh memperbarui keyakinan kita bahwa Tuhan YHWH di dalam Yesus (Yahshua) Sang Mesias masih sanggup dan berkuasa untuk melindungi umat yang dikasihi-Nya dan berseru kepada nama-Nya. Perayaan Pesakh menghidupkan kembali pengharapan kita akan kasih dan kuasa serta penyertaan-Nya.

Seperti darah anak domba meluputkan anak sulung Israel dari maut, demikianlah kita menaruh percaya bahwa darah Anak Domba berkuasa bukan hanya menghapus upah dosa yaitu maut melainkan berkuasa untuk memberikan perlindungan terhadap wabah malapetaka serta bencana sakit penyakit.

Jika anak-anak Tuhan diijinkan mengalami sakit penyakit ini, percayalah kuasa Tuhan akan memberikan pertolongan. Jikapun Tuhan mengijinkan yang lebih buruk terjadi dari yang kita harapkan, bersikaplah seperti Sadrach, Mesakh, Abednego (sahabat Daniel), �Jika Tuhan kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirika itu� (Dan 3:17)

Marilah kita memecah roti tidak beragi (matsah) dan meminum anggur dengan sebuah keyakinan bahwa di dalam persekutuan terhadap penderitaan dan kematian Yesus (Yahshua) Sang Mesias di kayu salib dan kebangkitan-Nya yang akan kita peringati dalam Perayaan Buah Sulung (Yom ha Bikurim), kita akan menerima perlindungan sejati. Kita akan menerima kesembuhan. Kita akan mendapatkan kehidupan abadi.

Perayaan Pesakh dengan memecah roti dan meminum anggur di rumah-rumah bersama keluarga, secara langsung dan tidak langsung telah meningkatkan stamina spiritual dan stamina mental kita sehingga kita siap dan sanggup menghadapi situasi pertempuran menghadapi pandemi Covid-19 di yang menghantui negara dan kota serta masyarakat kita.

Kiranya YHWH, Bapa Surgawi dan Tuhan Pencipta langit dan bumi memberkati dan melindungi kita dalam nama Yesus (Yahshua) Sang Mesias, Putra-Nya Yang Tunggal, Sang Firman Hidup, Juruslamat kita. Kiranya pandemi Covid-19 segera berlalu dari negara dan kota serta masyarakat kita sehingga kehidupan menjadi normal seperti sedia kala.


Pdt. Teguh Hindarto, S.Sos., MTh.