Latest News

Sunday, 23 September 2018

MASKILIM


Istilah Maskilim adalah bentuk jamak dari kata Maskil yang artinya �orang yang mengalami pencerahan� atau �seorang cendekiawan�. Istilah ini secara historis terkait dengan sebuah gerakan intelektual di kalangan orang-orang Yahudi dan penganut Yudaisme di Eropa sekitar tahun 1770-1881 yaitu Haskalah atau �Pencerahan Yahudi� (Jewish Englightment). 


Kata Ibrani Haskalah sendiri artinya �kebijaksanaan�. Gerakan Haskalahberpusat di Pusat dan Selatan Eropa yang bertujuan menyediakan bagi orang-orang Yahudi suatu perbaikkan kehidupan baik moral dan intelektual serta revitalisasi bahasa Ibrani bagi tujuan-tujuan non keagamaan baik dalam penerbitan surat kabar maupun penulisan buku-buku. 

Haskalahmempromosikan rasionalisme, liberalisme dan kebebasan berbicara serta berfikir dan dianggap sebagai bentuk lain dari Pencerahan yang melanda Eropa (Englightment/Aufklarung) pada Abad 18 Ms. Orang-orang yang terlibat dalam penyebarluaskan gagasan Haskalah dinamai Maskilim

Kata maskilimdapat ditemukan dalam Daniel 12:3, �Dan orang-orang bijaksana (hamaskilim) akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya� dan Daniel 12:10, Banyak orang akan disucikan dan dimurnikan dan diuji, tetapi orang-orang fasik akan berlaku fasik; tidak seorang pun dari orang fasik itu akan memahaminya, tetapi orang-orang bijaksana akan memahaminya. 

Siapakah �orang-orang bijaksana� dalam Daniel 12:3 dan 10? Mereka bukan segolongan orang yang memiliki ekslusifitas dalam pengetahuan dan kelompok elit dalam status. Istilah �orang-orang bijaksana� bisa menunjuk pada siapapun yang berusaha membaca tanda-tanda zaman dan memahami berbagai peristiwa yang terjadi di sekelilingnya maupun di dunia serta membawa setiap orang pada jalan kebenaran. 

Perhatikan kalimat, �yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran� (haraqi�a umashdiqey harabim). Ini menunjuk bukan pada kelompok elit berpengetahuan teologi semata melainkan setiap orang yang mengasihi Tuhannya dan keluar dari zona nyaman untuk memberitakan Kabar Baik serta membawa orang kepada jalan kebenaran. 

Kita semua dapat menjadi �orang-orang bijaksana� (maskilim) yang menuntun banyak orang kepada kebenaran dan selalu berusaha membaca dan memahami tanda-tanda zaman dibalik semua peristiwa yang terjadi di sekeliling kita.

PENGKOTBAH ANTI SOSIAL


Beberapa waktu lalu saya menyimak sebuah tayangan video renungan di media sosial You Tube dimana sang pembawa renungan menjelaskan perihal orang-orang yang menurutnya harus dijauhi dari pergaulan yaitu: orang-orang yang suka bergosip, orang yang selalu berfikir negatif, orang yang selalu mengritik. 


Mengapa orang-orang tersebut harus dijauhi? Menurutnya orang-orang dengan kategori di atas dianggap sebagai orang-orang dengan aura negatif yang akan menahan berkat-berkat dalam kehidupan seseorang yang berteman. Benarkah bergaul dengan orang-orang terkategori di atas akan menahan berkat? 

Nampaknya sang pengkotbah terjebak dalam pemahaman yang dangkal perihal berkat yang diartikannya secara material belaka. Bergaul dengan siapapun tidak akan mempengaruhi berkat yang kita terima dari Tuhan baik berkat spiritual maupun material. Menjadi orang beriman bukanlah menjadi orang yang steril dari pergaulan dengan siapapun. 

Yesus sudah memberikan teladan bagaimana beliau bergaul dengan orang berdosa (Luk 7:36-50; 19:1-10) demi suatu tujuan yaitu menyelamatkan. Yang harus kita waspadai adalah pengaruh negatif sebuah pergaulan (1 Kor 15:33-34) dan bukan menjauhi pergaulan dengan siapapun. 

Pergaulan hanya dengan lingkungan homogen dapat menciptakan sejumlah bentuk perilaku sbb, Ekslusifitas alias merasa paling unik dan khas. Baik ekslusifitas agama maupun kesukuan bahkan status sosial ekonomi. Fanatisme radikal alias menganggap diri dan kelompoknya paling benar dalam melaksanakan aturan-aturan religius. 

Justru kita harus mewaspadai para pengkotbah jenis ini. Mereka menganjurkan sikap hidup ekslusif dan anti sosial dengan mengajak orang lain menghindari kritik dengan tujuan agar dirinya bisa terbebas dari kritik. 

Kita tidak perlu takut dengan kritik dan tidak perlu menstigma negatif kata kritik karena kata kritik berasal dari kata Yunani kritikos yang artinya �memisahkan� sebagaimana dikatakan, Sebab firman Tuhan hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ...ia sanggup membedakan (kritikos, Yun) pertimbangan dan pikiran hati kita� (Ibr 4:12). 

Tujuan kritik adalah kontrol sosial dan kritik adalah salah satu fungsi kenabian sebagaimana Natan berani mengritik dan menegur Daud yang bersalah terhadap Uria (2 Sam 12:1-14) demikian Yohanes Pembaptis (Mrk 6:17-29). Waspadalah dengan berbagai pengajaran yang memenjarakan dan bukan memerdekakan.

Yesus bersabda, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa" (Mark 2:17). Beliau tidak datang untuk orang-orang yang istimewa status sosialnya. Ajaran yang mengajak kita untuk memisahkan diri dari kehidupan sosial dan hanya memilih orang yang bisa mendatangkan kebaikkan semata-mata bagi kita, bukan bersumber dari ajaran Yesus Sang Mesias melainkan dari sikap ekslusifitas seseorang yang anti sosial.

TIDAK TERSELAMI PIKIRAN TUHAN


Ada sebuah cerita orang yang selalu berbuat kebajikan, mereka turun temurun selalu melakukan kebajikan. Pada suatu hari sapi hitam di rumah mereka tiba-tiba melahirkan anak sapi yang berwarna putih, dia sangat heran, lalu bertanya kepada seorang bijak, dan dikatakan kepadanya bahwa semua ini adalah keberuntungan. 


Tetapi tidak sampai setahun kemudian, mata orang itu tiba-tiba menjadi buta.  Pada saat ini, lembu hitam mereka kembali melahirkan anak lembu berwarna putih, dia lalu menyuruh anaknya pergi bertanya lagi kepada orang bijak kenapa bisa begitu? Anaknya lalu berkata, �Kenapa harus bertanya lagi, toh tahun lalu  bertanya ternyata bapak malah menjadi buta, tidak usah bertanya lagi lah�. Tetapi bapaknya berkata, �Perkataan orang bijak pasti ada artinya, kita tidak tahu akibatnya, harus bertanya sekali lagi�Akhirnya anaknya pergi bertanya kepada orang bijak itu, dan beliau tetap berkata, �Keberuntungan�. 

Orang bijak itu juga menganjurkan anak tersebut pergi bersembahyang kepada Tuhan. Anak ini menyampaikan pesan orang bijak itu kepada ayahnya, dan ayahnya berkata, �Lakukan seperti yang dikatakan orang bijak itu�. 

Setahun kemudian, anak ini matanya menjadi buta. Tidak berapa lama kemudian kerajaan tempat mereka tinggal diserang musuh, tidak ada yang boleh keluar masuk dari pintu gerbang, oleh sebab itu pasokan bahan makanan terputus, terjadi bencana kelaparan. 

Seluruh lelaki dari kerajaan itu diwajibkan masuk militer, karena tidak berpengalaman dan jumlah musuh lebih banyak, lebih dari setengah dari mereka yang maju perang, tewas di pertempuran. Sedangkan lelaki buta beserta anaknya karena mereka berdua buta tidak diwajibkan masuk militer. 

Setelah perang selesai, mata ayah dan anak tersebut setelah diobati ternyata bisa melihat lagi. Walaupun di mata masyarakat mereka berdua ayah dan anak sama-sama menjadi buta adalah sebuah kejadian yang tragis, tetapi karena kebutaan, mereka dapat terhindar dari terbunuh akibat peperangan, orang yang selalu berbuat kebajikan akhirnya mendapat balasan yang baik. 

Kita tidak pernah tahu dan memahami setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, seberapapun pengalaman dan hikmat yang telah kita miliki. Yang perlu kita lakukan hanyalah berserah dan menjalani dengan berani kehidupan apapun yang kita terima (penderitaan dan kebahagiaan) karena dibalik semua itu ada rencana kebaikkan Tuhan yang tersembunyi dibalik kesukaran (Pengkh 3:11, Yes 55:8-9, Rm 11:33)

MENDIDIK ANAK


Kariernya sebagai pengarang berlangsung selama tiga puluh tahun, yakni dari pertengahan tahun 1960-an sampai pertengahan tahun 1990-an. Ia menulis 12 buku dan menerima 16 penghargaan doktor honoris causa


Namun, tiga tahun sebelum meninggal dunia karena kanker pada tahun 1996, seorang yang terkenal humoris, Erma Bombeck, berkata kepada seorang pewawancara dari TV ABC bahwa berapa pun jumlah artikel yang ditulisnya, warisan terbaiknya adalah ketiga anaknya. "Apabila saya tidak dapat membesarkan mereka dengan baik"katanya, "maka setiap hal yang saya lakukan tidaklah terlalu penting". 


Bombeck memiliki kekayaan dan kemasyhuran serta digemari oleh jutaan pembacanya. Akan tetapi, ia sadar bahwa prioritas utamanya ialah merawat anak-anaknya. Meskipun tidak ada orangtua yang dapat menjamin bahwa anaknya akan menjadi penduduk teladan yang beriman, sebagai orangtua kita harus berusaha memiliki sikap seperti Erma. 

Tugas dan kewajiban orang tua kepada anak-anaknya bukan hanya menyediakan kebutuhan materialnya melainkan mental dan spiritualnya. Itulah sebabnya dikatakan, �Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu� (Ams 29:17). 

Frasa Ibrani yaser binka, muncul dibeberapa ayat dan dapat diterjemahkan �ajarlah� (Ul 8:5) namun juga dapat diterjemahkan �hajarlah� (1 Raj 12:11, Ams 19:18). Berdasarkan penggunaan kata Ibrani yaser tersebut maka mendidik anak bukan hanya bersifat kognitif dengan mengajarkan berbagai pengetahuan baik pengetahuan keagamaan maupun pengetahuan umum melainkan mendisiplinkan perilaku kehidupan kesehariannya bahkan dalam batas tertentu melakukan hajaran. 

Hajaran yang bersifat fisik di sini bukan bermakna melakukan kekerasan yang dapat mencederai harga diri dan perkembangan mentalnya di kemudian hari melainkan dalam batas-batas yang wajar. Itulah sebabnya dikatakan dalam Amsal 19:18, �Hajarlah anakmu (yaser binka) selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya�. 

Dalam Amsal 23:13 dijelaskan bahwa alat hajaran hanyalah tongkat (shebet) bukan benda-benda yang membahayakan. Aspek hajaran sebagai bagian pendidikan tidak mematikan dan bertujuan bukan sebagai pelampiasan kebencian melainkan melainkan agar mereka tidak menjadi orang yang mempermalukan orang tuannya melainkan menghasilkan hikmat (Ams 29:15) dan kelak menjadi pribadi yang berguna bagi keluarga dan sesama.

APAKAH YESUS MELARANG PERCERAIAN?


Dalam Injil Markus, orang-orang Farisi datang kepada Yesus dan bertanya kepadanya, "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?"(Mark 10:1-12). Menyimpulkanjawabannya Yesus menyatakan demikian, "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah� (Mark 10:12). 


Hal ini tampaknya merupakan pernyataan yang benar-benar menyangkal legitimasi untuk bercerai dan menikah kembali. Namun Injil Matius menjelaskan bahwa ini bukanlah pertanyaan yang tepat. 

Secara harfiah, tidak ada orang Israel pada masa Yesus yang berpikir bahwa mungkin Firman Tuhan yang diberikan melalui Musa sama sekali salah dalam mengizinkan perceraian sama sekali. 

Sebenarnya, tidak ada yang memperdebatkan apakah perceraian diizinkan, melainkan seberapa bebas hal itu dapat dipraktekkan. Injil Matius memberikan versi yang lebih lengkap dari pertanyaan ini dan oleh karena itu menentukan jawaban Yesus dalam konteks yang benar. 

Menurut Injil Matius, beberapa orang Farisi mencobai Yesus dengan bertanya kepadanya, �Dapatkah seorang suami menceraikan istrinyakarena suatu alasan?"(Mat 19:3-9). Pendekatan Yahudi konservatif memahami "ketidaksetiaan", "pelecehan", atau "pengabaian" sebagai satu-satunya alasan sah untuk bercerai (Ul 24: 1-4; Kel 21: 10-11). 

Pandangan ini diwakili oleh Rabi Mazhab Farisi bernama Shammai, sementara beberapa penafsir Yahudi yang lebih moderat berpendapat bahwa seseorang memiliki hak untuk menceraikan istrinya dengan alasan apapun (Talmud Babilonia, Gittin 90a). 

Pandangan terakhirdiwakili oleh Rabi Mazhab Farisi bernama Shammai. Dengan kata lain, ada banyak perceraian tidak sah yang dijamindi komunitas Yahudi pada masa Yesus yang tidak sesuai dengan perintah Tuhan dalam Torah

Dalam persoalan perceraian � untuk alasan apapunini -  Yesus bersabda sebagaimana dikatakan dalam Lukas 16:18 dan Markus 10:12. Jika dibaca dalam konteks Kristen abad ke 21, nampak bahwa Yesus melarang semua pernikahan kembali. 

Jika dibaca di abad pertama konteks Yahudi, pernyataan Yesus tidak dapat diartikan sebagai pernyataan selimut yang mengecam semua pernikahan kembali, namun hanya jika ada perceraian tidak sah. Halakah (fatwa) Yeshua perihal perceraian dekat dengan Mazhab Farisi golongan Shamai

MEMBUANG PENYAKIT HATI DAN PIKIRAN


Alkisah, ada seseorang yang sangat menikmati kebahagiaan dan ketenangan di dalam hidupnya. Orang tersebut mempunyai dua kantong. Pada kantong yang satu terdapat lubang di bawahnya, tapi pada kantong yang lainnya tidak terdapat lubang. 

Segala sesuatu yang menyakitkan yang pernah didengarnya seperti makian dan sindiran ditulisnya di selembar kertas kemudian digulung kecil-kecil lantas dimasukkannya ke dalam kantong yang berlubang. 

Tetapi semua yang indah dan benar serta bermanfaat ditulisnya di selembar kertas kemudian dimasukkannya ke dalam kantong yang tidak ada lubangnya. Pada malam hari, ia mengeluarkan semua yang ada di dalam saku yang tidak berlubang, membacanya, dan menikmati hal-hal indah yang sudah diperolehnya sepanjang hari itu. 

Kemudian ia merogoh kantong yang ada lubangnya, tetapi ia tidak menemukan apa pun. Maka ia pun tertawa dan tetap bersukacita karena tidak ada sesuatu yang dapat merusak hati dan jiwanya. 

Itulah yang seharusnya kita lakukan. Menyimpan semua yang baik di �kantong yang tidak berlubang�, sehingga tidak satupun yang baik yang hilang dari hidup kita. Sebaliknya, simpanlah semua yang buruk di �kantong yang berlubang�. Maka yang buruk itu akan jatuh dan tidak perlu kita ingat lagi. 

Sayangnya, masih banyak orang yang melakukan dengan terbalik. Mereka menyimpan semua yang baik di �kantong yang berlubang�, dan apa yang tidak baik di �kantong yang tidak berlubang� (alias memelihara pikiran-pikiran jahat dan segala sesuatu yang menyakitkan hati). 

Maka, jiwanya menjadi tertekan dan tidak ada gairah dalam menjalani hidup. Oleh karena itu, agar bisa menikmati kehidupan yang bahagia dan tenang, janganlah menyimpan apa yang tidak baik di dalam hidup kita yaitu sakit hati, iri hati, dendam, dan kemarahan juga bisa menyebabkan penyakit serius bahkan kematian, sebagaimana dikatakan, �Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya� (Kol 3:8-10). 

Jika Anda ingin terbebas dari penyakit hati dan pikiran yang dalam banyak hal menjadi sumber penyakit tubuh � selain makanan yang tidak sehat � buanglah sumber-sumber penyakit hati dan pikiran agar Anda sehat rohani dan jasmani.

KEMARAHAN DAN PENGENDALIAN DIRI


Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya, �Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?�. Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab: �Karena saat itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia berteriak�. 


Tetapi sang guru balik bertanya, �Lawan bicaranya justru berada di sampingnya atau di depannya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara dengan secara pelan?�  Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar bagi pertimbangan mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan. 


Sang guru lalu berkata; �Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara kedua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin meraka tak saling mendengar. Dan semakin keras suara mereka, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada diantara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi�

Sang guru masih melanjutkan; �Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang yang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya saling berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus atau sekecil apapun suara mereka, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas�. Mengapa demikian? Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya. 

Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan jawaban. Dan sang guru menjawab; �Karena hati mereka begitu dekat, dan hati mereka tidak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan, sebuah pandangan mata saja cukup membuat mereka memahami apa yang mereka ingin sampaikan�. 

Marilah  kita menjadi orang-orang yang mudah mengendalikan diri agar muncul hikmat dan pengertian sehingga tidak mudah dikendalikan oleh amarah sehingga kita memperlihatkan kebodohan dalam keputusan yang kita ambil yang menyebabkan kerugian bagi diri kita sebagaimana dikatakan, �Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan� (Ams 14:29)

DIBAKAR IRI DAN DENGKI


Ketidaksiapan melihat keberhasilan orang lain dan kegagalan memberikan prestasi lebih di bidangnya kerap membuat seseorang menjadi iri hati dan merasa tersaingi dan dianggap kecil dibandingkan orang lain. 

Kedengkian yang sama dialami Raja Saul saatmelihat Daud kembali dari peperangan dan disambut, perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Sam 18:7). 

Mulailah muncul dugaan-dugaan negatif yang mencemari hati dan fikiran Saul, �Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, � Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud� (1 Sam 18:8-9). 

Iri hati dan dengki adalah penyakit hati. Apabila tidak segera diatasi dan disembuhkan, bisa merusakkan fikiran dan tubuh sebagaimana dikatakan, �Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang� (Ams 14:30). 

Kedengkian dan keirihatian inilah yang kerap menjebak Saul dalam upaya-upaya untuk membinasakan Daud baik secara langsung maupun tidak langsung. Upaya-upaya tidak langsung untuk membunuh Daud adalah dengan menjadikannya sebagai kepala pasukan seribu (1 Sam 18:13) dan menyerahkan anaknya untuk diperistiri oleh Daud dengan tujuan menjerat Daud agar dihabisi orang Filistin di medan pertempuran (1 Sam 18:21). 

Sementara upaya langsung Saul untuk melenyapkan Daud sangat kentara saat kemurkaannya ditujukkan pada Yonatan, anaknya yang mengikat persahabatan dengan Daud dan menginginkan kematian Daud (1 Sam 20:31-33). 

Pada peristiwa lain, Saul mengerahkan pasukannya untuk mencari dan mengepung serta membunuh Daud di Gunung Batu kambing Hutan (1 Sam 24:1-3). Peristiwa di Gunung Batu Kambing Hutan ini menjadi titik balik hubungan Daud dan Saul. 

Saat Saul masuk ke tempat persembunyian Daud dan Daud seharusnya dapat dengan mudah meringkuas dan membunuh Saul, namun Daud hanya menetakkan pedangnya dan memangkas ujung jubah Saul sebagai penanda tidak ada niatan jahat Daud untuk mengambil alih kekuasaan. 

Semuanya berakar pada keirihatian dan rumor yang dikipas-kipaskan pengikut Saul (1 Sam 24:10). Jauhkanlah iri hati dan dengki karena bukan saja itu wujud ketidakberanian kita memperbaiki kekurangan juga merusakkan hati dan pikiran sehingga menuntun pada tindakan kejahatan yang merugikan.

DAMPAK SEBUAH PERKATAAN


Pada suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberinya sekantong paku dan menyuruh anaknya tersebut untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang rumah, setiap kali ia marah. 

Pada hari pertama, anak itu telah memakukan 48 paku di pagar setiap kali ia marah. Namun hari berikutnya jumlah paku yang ia pakukan semakin berkurang. Dari hal ini ia mengambil hikmah bahwa menahan amarah lebih mudah dari pada memakukan paku ke pagar. 

Akhirnya, anak tadi percaya bahwa ia sudah bisa mengontol amarahnya dan kesabarannya tidak mudah hilang. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya kemudian ayahnya menyuruhnya mencabuti paku tersebut setiap hari yaitu pada saat ia tidak marah. 

Hari-hari berlalu, anak laki-laki itu memberitahukan kepada ayahnya bahwa semua paku yang telah ia pakukan di pagar tersebut telah ia cabut. Lalu sang ayah menuntun anak itu untuk melihat pagar tersebut. Ayahnya berkata, �Kamu berhasil dengan baik anakku. Tapi lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Bagaimanapun pagar ini tidak akan bisa kembali seperti sebelumnya. Ketika kamu mengatakan sesuatu kepada orang lain dengan kemarahan, kata-katamu akan meninggalkan bekas di hati orang lain. Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang lalu mencabutnya kembali. Tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf luka itu akan tetap ada. Dan luka karena kata-kata, sama buruknya dengan luka fisik. Berhati-hatilah dengan perkataan dan amarahmu jangan sampai melukai hati orang lain�. 

Jejak apakah yang ditinggalkan manusia dalam kehidupannya? Jejak pemikiran, jejak perkataan, jejak perbuatan. Jika pemikiran meninggalkan jejak dalam memori orang lain, maka berkontribusilah bagi kehidupan melalui pemikiran-pemikiran yang dibukukan atau dibagikan secara lisan. 

Jika perkataan meninggalkan jejak dalam hati dan petrasaan orang lain, maka tinggalkan jejak perkataan yang memberikan penghiburan, kedamaian, kekuatan bagi mereka yang mendengarnya. Jika perbuatan meninggalkan jejak dalam ingatan setiap orang, maka perbuatlah kebaikkan dan kebajikkan yang menjadikan setiap orang teringat dan tersentuh dengan apa yang kita perbuat. 

Agar kita dapat mengeluarkan perkataan yang membangun, �Hendaklah perkataan Mesias diam dengan segala kekayaannya di antara kamu,...� (Kol 3:16).